Meski skripsi jalan
tersendat-sendat, namun kalau masalah jalan-jalan beneran, bagi mahasiswa itu sangat
menggairahkan sekali. Tak hayal, virus jalan-jalan sekarang sudah meracuni
banyak keinginan orang. Banyak motif di balik mereka menyukai jalan-jalan. Ada
yang pengen update status, pamer foto, menunjukkan eksistensi, menghilangkan
penat, dan lain-lain. Kalau saya sendiri motifnya, pertama memang saya suka
jalan-jalan, dengan alasan, Tuhan sudah menciptakan alam indah teramat indah,
so sayang banget kalo gak dinikmatin gitu aja, selain itu, saya suka jadikan
bahan tulisan di media online atau blog. Kebetulan, kala itu saya sedang
dirundung dengan kewajiban skripsi yang sungguh memuakkan pikiran saya.
Akhirnya, tanpa pikir panjang, seraching tempat wisata alam di sekitar kota
saya. Menemukan blog bagus yang mengulas tentang Curug di Kabupaten Banyumas.
Semua blognya membahas tentang beberapa curug di Banyumas yang menurut saya ada
beberapa yang menarik di pikiran saya. Saya langsung mengajak teman saya.
Mereka adalah Yanu, Atikah, dan Tia.
Kami kumpul pukul 9.00 WIB di
kosan Atikah. Kami berangkat menuju Desa Karangsalam, Baturraden. Sampailah
di titik terakhir kami memarkirkan motor. Saat itu, kami menitipkan motor di
kandang sapi. Lalu kami bertanya kepada warga sekitar menuju Curug Telu. Kami
diberitahukan dengan kakek tersebut sampai dengan menuju persawahan. Lalu
mengikuti perjalanan dengan feeling saja. Setelah sempat menuruni sawah,
nampaklah sebuah air jatuh mengalir di seberang tempat kami berdiri yang
sepertinya dari sawah. Kami mengira itulah curugnya. Namun, setelah bertanya ke
petani yang kami lewati ternyata bukan. Kami bertanya lagi dengan seorang bapak
dan ditunjukkan jalan yang benar untuk menuju kesana. Menyusuri bukit, menuruni
lembah, setelah melewati sawah yang sebelumnya kami telah salah jalan.
|
Kami mengira curugnya ada di antara tebing nan jauh disana |
|
Ini salah satu dari beberapa pipa yang ada disana |
Sampailah tepat di pertigaan,
dengan menggunakan feeling, kami menuju ke arah kanan, bukan lurus! Di ujung
cerita blog yang saya baca, untuk menuju curugnya, kita akan bertemu dengan
pipa PDAM lalu menyusuri sungainya. Horayyyyy. Disitu kami menemukan pipa PDAM.
Tetapi belum mendengar suara curungnya. Kami tepat di bibir sungai yang
mengalir. Apakah kami menyusuri sungai ke arah atas atau bawah? Awalnya saya
meyakini ke arah atas, namun sedikit ragu. Atikah lebih meyakini ke arah bawah.
|
Di ujung jalan |
Akhirnya kita nyebrangin itu sungai, karena melihat bekas jalan di seberang
bukit. Menaiki bukit itu lalu mengikuti jalannya. Kami tersesat kawan. Masa iya
terus menanjak ke bukit itu. Tanpa diduga, Tia melihat sesuatu di kaki Yanu. Eh
ternyata seekor pacet kecil yang imut nan lucu. Hahahaha. Si Tia malah sedikit
ketawa ngeliatnya. Gile emang si Tia. Saat itu, kami tidak membawa bekal P3K.
Waduh, kacau juga. Yanu sudah panik. Saya pun mencabut pacetnya setelah kami
menimbang dan memutuskan untuk melepaskan pacet tersebut dengan persetujuan
Yanu. Eh setelahnya, darah kental keluar megucur di kaki Yanu.
|
Antara tersesat dan menyesatkan diri ini mah |
Yanu makin panik kekurangan darah kotor akibat disedot lintah dan ditambah kebutaan jalur untuk menuju ke
curug yang kami tuju. Kami sudah terlanjur tersesat. Menikmati momen tersesat
yang sedang terjadi. Toh kami masih di Baturraden. Bukan di hutan Kalimantan
ataupun Amazon. Kami menyusuri bukit itu yang semakin menanjak. Dengan
perbincangan yang panjang, kami memutuskan untuk kembali ke bawah dan menyusuri
sungai itu saja, karena saya melihat sungai itu tidak dipenuhi air, banyak
batuan yang bisa kami lewati.
|
Itu curugnya |
Kami pun menyusuri sungai itu
dengan masih penuh semangat menuju Curug Telu. Batu-batu dan pasir memenuhi aliran sungai itu. Aliran airnya
hanya di satu bagian sisinya saja. Lalu ada tanaman liar yang sedikit rusak tepat di
tengah daratan tengah sungai dengan bekas terkena banjir (air pasang). Saya
berjalan di depan sendiri untuk memastikan keberadaan curugnya. Jarak dengan
Yanu dkk sekitar 30 meter. Mereka malah berfoto-foto cantik di tengah daratan
itu. Saya pun mendengar aliran air jatuh dari atas bukit. Saya pun teriak,
bahwa saya menemukan curug. Entah curug apa namanya, airnya tidak terlalu
deras,tapi tingginya lumayan. Tidak langsung jatuh ke sungai, tapi di dinding bebatuan, yang dipenuhi pohon bambu di sekitarnya. Mungkin itu curug yang airnya
dari sawah di atas sana. Sampailah Yanu dkk di tempat saya. Kami pun berfoto-foto dan menamai curug itu
dengan nama “Curug Aja”. Filosofinya ? Entahlah, pokoknya ya curug aja.
|
Curug Aja |
Hari sudah sangat siang. Kami
tak lama berada disana, sebab sudah lelah berjalan sepanjang perjalanan. Kami
menyebrangi sungai tak begitu dalam. Melewati ladang-ladang dan sawah. Hingga
bertemu lagi dengan, sebuah gubug dengan pertama kami salah jalan tadi. Eh saya
pun berpikir, Tuhan belum menjodohkan keberuntungan kepada kami untuk menuju
Curug Telu, sebab dari awal kami sudah ditunjukkan curug yang kami datangi, tak
taunya kami justru beneran menuju kesana. Kami pun pulang dengan perasaan masih
penasaran, lalu bertanya kepada bapak-bapak dimana arah dan jalan yang tepat.
Si bapak mau mengantarkan kami ke Curug Telu, namun kami sudah kecapekan, dan
akan mencobanya di lain hari.
0 komentar:
Posting Komentar