Edisi jalan-jalan kali
ini, setelah lama untuk merencanakan untuk pergi ke curug ini akhirnya
kesampean juga setelah perjalannya sebelumnya sempat kesasar muter-muter di
pematang sawah, naik bukit turun bukit, menyusuri sungai, dan sampai digigit
lintah. Cerita kali ini ditemani dengan teman kuliah saya saat mendaki Gunun g
Prau, Dieng.
Malam harinya pukul 23.xx
WIB, sms dari Atikah ngajakin piknik ke curug telu. Kumpul jam 7.00 pagi on-time
di kosannya bareng temen-temen kelasnya. Esok paginya, dia telepon lagi
ngebangunin saya dan bilang kalau semuanya sudah kumpul. Dengan mata masih
sembab dan mengantuk, dengan sedikit terburu langsung cuci muka dan gosok gigi,
tanpa mandi, dan langsung membawa perlengkapan mandi untuk mandi-mandi di
curug. Sampailah di kosan Atikah. Buset. Masih sepi broh. Terlalu. Saya
dibohongin sama Atikah, dengan alasan saya sering kesiangan dan datang telat.
Kita duduk di depan kosan nungguin temen-temen lainnya yang ada masih di jalan,
baru bangun, lagi mandi, dan lagi bungkusin makanan buat kita makan nanti.
Akhirnya kita berangkat
pukul 8.30 WIB, dengan beberapa adegan ngambek-ngambekan oleh seorang tersangka
acara piknik kita hari itu akibat yang lainnya datang on-time dengan kita
jemput dahulu ke kosannya. Hari itu hari jum’at juga. Jadi waktu untuk
melaksanakan Jum’atan menjadi pertimbangan kesiangan dan nyatanya kami
berangkat sungguh siang sekali.
Jarak menuju kesana memang
tidak jauh, sekitar 30 menit perjalanan motor. Dari arah Purwokerto menuju Baturraden,
sebelum pintu gerbang, kita belok kanan mengikuti jalan, sampai ketemu
pertigaan sebelum SMP Karangsalam, belok ke kanan menuju ke Desa Limpakuwus,
ketemu lagi pertigaan ambil ke kiri dengan jalanan sedikit menanjak, terus
mengikuti jalan, acuhkan pertigaan jalan setelah lapangan, lurus terus sampai
ketemu kandang sapi di sebelah kanan, naik sedikit, ambil ke kanan dengan jalan
masih berbatu dan tanah, ikuti terus jalannya sampai ujung jalan. Kedua kalinya
saya kesana, warga sekitar sudah membuatkan jalan menuju curugnya, membuat
tempat parkir untuk kendaraan kita dengan tarif Rp. 2.000 saja dan ada pula
warung kecil yang berjualan disana.
Kembali ke cerita pertama.
Sampailah kami di Desa Karangsalam. Ya, sebuah desa di Kecamatan Baturraden
yang memiliki potensi alam yang melimpah. Saat itu, kami memarkirkan motor kami
di pinggir jalan sebelah rumah warga. Lalu melanjutkan perjalanan darat sekitar
15 menit untuk menuju curugnya setelah bertanya ke petani yang sedang bekerja
di sawah.
|
Jembatan kecil |
Orang-orang yang kami
jumpai pun sangat baik dan ramah. Setiap kami bertanya, selalu diberikan
jawaban terbaik mereka. Bahkan kami diantarkan menuju jalan kesana oleh ibu-ibu
yang sedang menggarap sawahnya. Ibu itu bilang, kalau kemaren ada juga
rombongan dari Surabaya yang datang ke curug ini.
|
Kolam di bawah jembatan |
|
Akses Tangga PDAM |
Melewati sebuah jembatan
kecil. Lalu berbelok ke arah kanan, dengan fasilitas tangga milik PDAM kami
menuruni tangga tersebut. Cukup curam juga menuju ke bawah sana. Nampaklah, air deras
mengalir dari atas sebelah kiri. Makin ke bawah, makin tampak aliran sungai itu.
Sebelah kanan, ada juga air jatuh mengalir dengan kubangan air yang cukup
dalam. Batu-batuan besar. Sebuah pipa air minum ada di sisi atas tempat kami
berdiri.
|
Curug dekat tangga |
|
Curug Bagian Belakang |
Jadi di tempat ini, ada tiga air terjun mengalir di sekelilingnya
mengalir. Mungkin inilah filosofi dinamakannya “Curug Telu”. Sudah tidak sabar.
Kami turun menuju tepian batu-batu itu. Keren sekali suasananya. Di belakang
kami, air mengalir dengan debit air paling kecil. Air terjun yang paling utama
tepat di depan kami. Lumut hijau terlihat di sisi tebing air terjung dengan air
mengucur pula dari baliknya. Di sebelahnya lagi, ada sebuah gua kecil dengan
bongkahan batu besar di mulutnya.
|
Curug Utama |
Kami sudah tidak sabar
merasakan air sungai itu. Brrrrr. Dingin sekali rasanya. Okeee. Tanpa
berlama-lama, saya langsung mengganti pakaian saya dan menceburkan diri ke
dalam sungai. Airnya dingin seperti es. Kubangan airnya tidak terlalu luas,
kedalamannya tidak tahu seberapa dalam karena saya tidak sempat menyelam ke
dasarnya, yang jelas airnya sangat hijau dan dingin. Mungkin kalau saya niat
dan menyelaminya akan menemukan istana dengan para pengawalnya di bawah sana
hahaha. Sayangnya saya kurang berani berenang ke arah jatuhnya air terjun, sebab
airnya cukup deras dan suasana disana sepi sekali. Masih jarang didatangi orang waktu itu.
Perasaan saya juga antara hati-hati dan mawas diri. Soalnya yang mandi hanya saya,
yang lainnya masih asyik berfoto-foto. Hanya ada kami bertujuh saat itu.
Tanpa lama-lama, kami pun
makan. Di antara kami, ada yang membawa nasi, mie goreng, ikan asin, air minum
dan sambal. Kami menikmati makan pagi di atas bebatuan sambil ditemani suara
air mengalir. Sungguh nikmat sekali. Setelah makan. Kami bermain-main disitu.
Ada aliran sungainya yang kecil dengan batu-batuan besar. Berfoto-foto dengan
gaya kalender tahunan, itu para cewek-cewek. Kalau saya, lebih merekam video
dan menjepret #PESONAINDONESIA yang saya
dapatkan disana. Tak berlama-lama kami menikmati curug itu, pulang membawa sampah
dan kenangan sebelum waktu jum’atan tiba.
|
Gambar pada Februari 2015. Sudah ramai dikunjungi orang-orang. |
0 komentar:
Posting Komentar