|
I ♡ AmBarawa |
Kami melanjutkan perjalanan ke
Stasiun Ambarawa. Melajukan motor menuju jalanan yang aku lihat tadi ketika di
spot pandang Wisata Eling Bening. Aku melewati jalanan mulus hingga
bertemu perempatan. Kemudian bertanya kepada warga sekitar dan jaraknya sudah
tidak jauh lagi. "Hanya sekitar sepuluh menit lagi. Lurus terus, sampai ketemu tugu belok kanan", katanya.
Di jalan, aku melihat rel melintang di
pematang sawah mengarah ke arah barat. Bertemu pertigaan, aku terus mengikuti jalan besar. Sampailah kami di Museum
Kereta Api Ambarawa. Memasuki museum ini cukup membayar Rp10.000 saja.
Sedangkan untuk menaiki kereta wisata biayanya sebesar Rp50.000 dengan catatan
kereta tersebut hanya beroperasi pada akhir pekan dan hari libur nasional
dengan batas waktu keberangkatan kereta terakhir pukul dua siang. Sungguh
sayang kami melewatkan kereta wisata terakhir.
|
lorong museum dengan pajangan foto |
|
Lokomotif di area display |
Memasuki lorong museum ini, akan ada pajangan foto berisikan informasi mengenai stasiun ini sendiri, tentang
jenis-jenis lokomotif, berupa terowongan dan jembatan kereta yang dibangun di Pulau
Jawa. Sementara pada sisi kiri, berbagai lokomotif berada di rel kereta berderet bermacam jenis dan bentuknya masing-masing. Ada yang berwana hitam dengan lis berwarna
merah. Ada yang bertuliskan kode seri C2821, C5417, D5106 dan koleksi terbaru yakni CC 5029 buatan Belanda
yang sudah diamplas dan sepertinya akan dicat ulang agar tetap nampak sesuai
dengan aslinya.
|
Yey, naik lokomotif uap |
|
Lokomotif dengan nomor aset C2821 |
Ada pula jenis F1002 yang
hanya dapat dijumpai di tiga negara lainnya seperti Jerman, Swiss dan Perancis.
Lokomotif jenis ini memiliki 6 roda penggerak yang dihubungkan menjadi satu
poros tenaga di mana kelebihannya dapat menjelajah wilayah pegunungan dengan radius
tikungan minimal 150 meter.
|
Majunya teknologi masa itu. Lokomotif ini buatan Jerman. |
Yang paling menarik kemudian adalah
gerbong ijo yang berada di depan lokomotif D5100. Gerbong kereta ini sangat
klasik. Bagian dalam gerbong merupakan ruangan kosong yang sepertinya digunakan
sebagai alat angkut barang-barang. Lalu di gerbong satunya terdapat undakan
kursi kecil dan dua besi dengan pegangannya yang entah apa fungsinya. Gerbong
kayu NR ini berguna untuk membantu kereta api yang sedang mengalami gangguan din perjalanan. Bahkan gerbong ini dijalankan ketika hanya terjadi peristiwa luar biasa dengan muatan
yang biasanya dibawa seperti dongkrak, kunci, alat potong dan sebagainya.
|
Klasik banget gerbongnya. Keren banget. |
|
Ini space ruang di salah satu ruangannya |
|
Lokomotif yang menarik gerbong ijo |
Aku berjalan ke area stasiun
yang dahulu bernama Wilem I. Nama ini diambil dari nama raja pertama Belanda.
Diresmikan pada 21 Mei 1873 menghubungkan jalur Kedungjati-Beringin-Tuntang-Ambarawa. Stasiun ini terletak pada ketinggian
474,4 mdpl. Bangunan yang sekarang adalah bengunan kedua yang dibangun tahun 1907,
menggantikan bangunan lama yang terbuat dari kayu dengan dinding bambu. Sayangnya
pada 1976 jalur ini ditutup. Menyusul dua tahun kemudian dialihfungsikan
sebagai museum kereta api.
Pada bagian depannya terdapat
pajangan roda bergerigi yang termasuk komponen penting dari lokomotif
bergerigi. Benda yang dipajang ini merupakan salah satu dari tiga roda
bergerigi yang ada di dunia, selain di India dan Swiss. Aku mengamati roda ini
memiliki bagian gerigi pada sisi bagian tengahnya. Gerigi itulah yang bekerja
dengan rel gerigi sehingga kereta bisa berjalan dengan aman meski di jalur yang menanjak. Sistem kereta ini sama seperti yang digunakan di Swiss pada jalur sepanjang 9 km
dari Kleine menuju Jungfrau, stasiun kereta tertinggi di Eropa yang menembus
pegunungan Alpen. Sedangkan di Indonesia jalur kereta dengan sistem gerigi dapat ditemukan di jalur Ambarawa – Bedono yang biasa digunanakan untuk jalur kereta wisata.
|
Diorama roda gerigi di atas rel yang bergerigi pula di depan Stasiun Willem I |
Lalu area loket pembelian
tiket yang terdiri dari dua bilik kaca. Tertulis ANNO 1873 WILLEM I pada bagian
atasnya. Aku memasuki ruangan itu dari sampingnya. Meja, kursi dan
lemari tersusun dengan khasnya oleh benda-benda klasik buatan masa lalu
tersebut. Kemudian di ruangan lain, aku melihat benda peninggalan seperti mesin
hitung, topi PPKA, stempel plombir, mesin cetak tanggal dan tiket, buku
peraturan dan lain-lain yang digunakan
sebagai alat pendukung saat stasiun ini masih beroperasi.
|
Tata ruangan di loket Stasiun Willem I |
Konstruksi stasiun ini
menggunakan rangka besi baja sebagai penopang dan tiangnya. Atapnya berupa
seng. Pada bangunannya bercorak batubata dengan jendela dan pintu yang dicat
hitam pekat. Lorong stasiun berlantai marmer corak persegi ukuran kecil
berwarna kekuningan. Disitu terdapat Genta PJL berbentuk tabung yang fungsinya
sebagai alat bantu komunikasi. Ada pula sinyal Alkmaar di dalam ruangan yang dibatasi kaca, koleksi
loket kayu Stasiun Demak, dan benda-benda peninggalan lainnya.
|
Lorong di sisi bangunan stasiun. Tua dan terawat. |
Di area belakang terdapat
gerbong berwarna kuning. Ada informasi peta di dekatnya. Aku berjalan ke depan
kembali. Di sisi kanan, bangunan berwarna putih dengan tiga pintu terbuat dari
besi yang nampak semacam gudang penyimpanan. Menuju ke arah depan, aku berhenti
sebentar di plang tulisan I Love Ambarawa. Mengambil gambar sejenak, juga
mengabadikan momenku disana.
|
Sisi rel sebelah kanan. Tempat naik turunnya penumpang. |
Menuju ke depan, ada
bangunan dengan bata merah yang sekilas mataku langsung tertuju ke sebelah
kanan. Aku mendekati, namun tidak ada apa-apa di dalam ruangannya. Disitu pula, ada meja putar
lokomotif yang berbentuk lingkaran. Berguna untuk memindahkan arah lokomotif.
Entah masih dapat berfungsi dengan baik atau tidak mesin itu. Relnya terhubung
ke arah dipo yang ada di bagian depan. Disana aku melihat ada tiga lokomotif
sedang terparkir. Sementara di sebelah kirinya, display lokomotif uap
berjejeran rapi.
|
Meja putar lokomotif di dekat bangunan lama berbata merah. Lagi-lagi keren banget. |
Museum ini benar-benar menarik
bagiku. Pengetahuan dan informasi sejarah perkeretapian Indonesia yang dimulai
sejak zaman Belanda dahulu. Betah sekali membaca literasi yang terpampang pada
beberapa benda-benda peninggalan yang tersimpan di museum ini. Tidak apa-apa
aku telat menaiki kereta wisata. Lain waktu aku akan kembali lagi ke museum
ini. Karena museum ini salah satu museum terbaik tematik “kereta api” yang pernah
aku kunjungi. Aku suka museum ini karena penuh cerita dan sejarah. Oh Ambarawa,
kelak aku akan kembali lagi.
0 komentar:
Posting Komentar