|
Poster ENJ 2017 |
Tahun ketiga program EkspedisiNusantara Jaya kembali dibuka. Pengumuman pendaftaran sudah diviralkan oleh
pihak penyelenggara yakni Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik
Indonesia pada awal Juni. Salah satu program pengabdian kepada negeri yang telah
ku idamkan sejak kegiatan perdananya tahun 2015. Saat itu, aku tahu program ini
dari seorang sahabat yang akan melakukan ekspedisi ke Mentawai. Setelah kepo
mencari-cari tahu info ini, akhirnya aku tertarik untuk mendaftar di tahun
selanjutnya. Sampai pada 2016, aku pun mendaftar program tersebut dengan
memilih ekspedisi tujuan ke Kepulauan Seribu karena dekat dengan domisiliku
saat itu. Tak dinyana, harapanku gagal dari sekian 10.000-an pendaftar lainnya
yang memilih Jakarta sebagai rute pelayaran. Oke, its ok for me. Masih ada
kesempatan lain untukku.
Sampailah tahun ketiga ini.
Tekadku masih utuh. Aku harus mencoba lagi dan lagi. Menariknya, di tahun
ketiga ini kuotanya semakin banyak yakni 3.000 pemuda yang terdiri dari anak
SMA yang berlayar menggunakan KRI, lalu jalur mahasiswa dan jalur pemuda/umum
dengan menggunakan kapal perintis. Tujuan program ini diantaranya meningkatkan
wawasan kemaritiman untuk generasi muda Indonesia untuk mengenal potensi
maritimnya terutama di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Tidak
hanya melakukan ekspedisi pelayaran yang tujuannya melatih kepribadian, tetapi
juga mengabdikan diri untuk melihat, memahami, melakukan hal-hal kecil yang
bermanfaat bagi masyarakat di daerah tujuan. Ibarat kata, pulau-pulau di
pelosok negeri.
Aku pun mempersiapkan beberapa
syarat pendaftaran seperti essay, surat izin orang tua, surat pengajuan diri,
surat kesehatan, dokumentasi pendukung keterampilan dan mengisi formulir online
pendaftaran agar semua berkasnya lengkap. Ada satu hal yang menggelitik ketika
mengurus surat kesehatan waktu itu di Puskesmas Jombang, Tangerang Selatan. Kala
itu ketika ditanya oleh petugasnya soal kepentinganku mengurus surat tersebut,
dengan garingnya tertawa kecil memplesetkan ENJ menjadi ekspedisi harta karun.
Pengen kali diribak mukanya. Surat kesehatan adalah formalitas semata untukku.
Selembar kertas dengan tanda tangan dokter yang menjabarkan informasi seseorang
dengan data fisik seperti tinggi, berat badan dan tekanan darah. Dengan
membayar 30 ribu aku mendapatkan surat yang menyatakan bahwa aku sehat.
Esok harinya aku mendaftar
dengan beberapa pertimbangan rute yang diantara Sumbar, NTT, dan Kepri. Pada pendaftaran gelombang 1, aku tidak menemukan rute provinsi di Jawa, kecuali Jakarta. Jelas
aku tidak mau lagi memilih rute ini karena mengambil peluang dan kesempatan di
rute lain yang pendaftarnya masih relatif wajar persaingannya. Akhirnya ku
putuskan memilih Kepualauan Riau karena pelayarannya menuju Natuna dan Anambas.
Suatu daerah yang sangat kaya dengan potensi minyak dan wisatanya pikirku.
|
Saya siap menjadi bagian dari ENJ 2017 |
Sampai di tahap pengumuman,
namaku dinyatakan lolos dengan 100 orang lainnya. Waktu itu di akhir Juni,
masih dibuka pula pendaftaran gelombang 2 juga kesempatan untuk beberapa peserta
cadangan atau lulus bersyarat untuk melengkapi berkas masing-masing. Sembari menunggu
pengumuman akhir, aku mulai direnggut kompleksitas pekerjaan di kantor. Mulai
menimbang beberapa pilihan dan kesempatan.
Juli untukku adalah hal
ketar-ketir dalam pemilihan keputusan proses kehidupanku. Antara ingin resign
atau mengambil izin panjang ketika mengikuti ENJ nantinya. Berkali-kali
bercerita kepada keluarga dan teman. Aku pun mengajukan resign di akhir Juli. Sebab,
surat PHK akan turun satu bulan ke depan. Sedangkan aku memulai ekspedisi di
awal September. Sebuah keputusan yang berat memang. Namun ada hal-hal lain yang
menguatkan keputusanku. Every person have their own path, I think. Ketika aku
menyudahi, bukan berarti merasa kurang terhadap apa yang sudah aku capai.
Kembali dengan berbagai kemungkinan dan harapanku ke depan. Bisa jadi, tahun
depan tidak ada lagi program ENJ. Wallohu ‘alam sih. Bagi sebagian orang
mungkin berpikir, manfaat apa yang didapatkan kecuali pengalaman. Aku sedikit
kesal pula ketika materi digunakan sebagai skala pengukuran dalam sebuah
pencapaian apalagi berhubungan dengan kegiatan sosial. Jelasmya aku hanya ingin
belajar menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dengan hal kecil apapun
itu, ditambah pengalaman baru yang didapat nantinya. Hal lain mendukung, aku
sedang berada pada titik jenuh dengan rutinitas pekerjaanku. Ingin segera
keluar dari zona nyaman. Hingga akhirnya aku mengecewakan orang terdekat atas
pilihanku, resign dan I feel free!
PERSIAPAN KEBERANGKATAN
|
Di hari keberangkatan, bertemu sahabatku yang barusan pulang mengabdi di Tanimbar, MTB. |
Sampainya di Gambir setelah
menempuh perjalanan dari Purwokerto, aku menuju Soetta menggunakan bus DAMRI. Siang
nanti aku akan terbang ke Hang Nadim, meeting point bersama teman-teman lainnya
dari beberapa provinsi di Indonesia yang sebagian baru berkenalan lewat sosial
media.
|
Kuy mengabdi kuy |
Perjalanan udara hampir selama 1,5 jam dengan pemandangan langit yang
berawan. Sampainya di atas langit Kepulauan Riau, pulau-pulau kecil bertebaran
di sekitaran. Pulau Batam sendiri masih banyak ditemukan hutan-hutan gambut,
sebagian dibabat nampak habis hanya tanah merah, jalan memanjang dengan rumah
yang jarang. Pesawat landing pukul 16.20 di Hang Nadim. Segera keluar menuju
conveyor untuk mengambil bagasi. Di lobby bandara, aku bertemu dengan Mba Laila
yang berasal dari Semarang dan Luki dari Surabaya. Baru kami bertiga saja peserta
yang datang dari luar kota. Sedangkan teman-teman lain baru akan datang esok hari
dan lusa. Menjelang maghrib, Bagus datang menjemputku sehabis mengambil seragam
di terminal kargo yang dikirim dari pusat. Setelah itu, aku bertemu dengan
Pusyu, Suju dan Depoy. Malam harinya, bertemu dengan teman-teman lain di kafenya
Bang Dian di daerah Batuaji. Malam itu kami ngobrol santai menjelang malam. Kami
pulang larut malam pukul satu dini hari melewati jalanan Batam yang sepi di pinggirannya masih rapat akan pohon-pohon. Aku menginap
di rumahnya Ari, foundernya Judulnya Indonesia. Gak taunya dia orang Pekalongan,
owalah wong jowo toh sampeyan ri. Seduluran rek.
***
Sekitar jam sembilan, kami berangkat
menuju kampusnya Ari. Hujan gerimis turun saat kami di tengah perjalanan dari
Piayu. Beruntungnya kami sampai di UIB, tidak lama kemudian hujan turun sangat
deras selama beberapa jam. Disana, aku menunggu Depoy untuk menemaninya
ke kantor-kantor pemerintahan.
Perhentian pertama kami menuju warung Mie Tarempa untuk
makan siang bareng teman-teman. Ada Fatwa dari Makassar, Agus dari Bangka dan
Mahmud asli Batam yang menjemput mereka. Setelahnya lanjut mengantarkan beberapa
surat undangan pelepasan dan koordinasi dengan pihak ASDP mengenai jadwal
keberangkatan kapal termasuk harga tiket keberangkatan kami.
|
Koordinasi dengan pihak ASDP, terimakasih wejangannya Pak Albert |
Sore ini beberapa peserta
mulai banyak berdatangan. Kami semua tinggal di basecamp di mana Bang Dian yang
mengakomodir. Jadi teman-teman Batam sangat melayani kedatangan kami yang
berasal dari luar Batam. Transportasi dan akomodasi dipersiapkan sangat baik
sekali. Terima kasih untuk kawan-kawan Batam. Kalian mantap !
|
Kawan-kawan lagi beres-beres donasi |
Sehari sebelum hari
keberangkatan. Kami mulai menyortir pakaian dan buku-buku hasil donasi yang
berhasil dikumpulkan. Pada ekspedisi esok, kami dibagi menjadi tiga tim
pelayaran. Saya masuk di tim 1 dengan tujuan Pulau Posek, tim 2 menuju ke Pulau
Singkep Barat, dan tim 3 mengabdi di Pulau Selayar.
Jalesveva Jayamahe.
Mari membangun untuk negeri.
Tunggu ceritaku menuju ke
pelosok negeri di tulisan selanjutnya J